foto pribadi

AKU DAN KOTA KU

Ada seorang anak yang bernama Farid, dia tinggal di sebuah kota metropolitan yang berada di Indonesia, dan sekarang dia bersekolah di salah satu SMA Negri di kota Makassar di kelas XI IPS. Dia adalah anak bungsu dari 3 bersaudara, nama bapaknya Natsir dan ibunya bernama Fatimah. Farid adalah anak dari keluarga yang sangat sederhana dan tinggal di sebuah perkampungan. Ketika Farid berumur 6 tahun dia diasuh oleh nenek dan tantenya yang tinggal di daerah perkotaan di Makassar bersama beberapa sepupunya.

Ketika ia dan bapaknya berangkat ke kota di perjalanan Farid melihat kondisi di jalanan yang begitu padat dan ramai ia pun terheran dengan apa yang ia lihat, ia pun bertanya-tanya dalam hatinya “apakah ini yang yang diakatakan kota? Bukankah orang-orang bilang kota iu indah, tapi yang saya lihat adalah kota tidak begitu menarik bagaimana tidak langitnya saja dipenuhi dengan polusi”. Sesampainya di rumah nenek Farid pun disambut oleh sepupu-sepupunya yang sudah dari tadi menunggu kedatangannya.
Baru satu minggu Farid tinggal di kota itu, tetapi merasa tidak betah tinggal disana, keadaan di kota sangatlah buruk menurutnya, penduduknya yang padat, sampah berserakan dimana-mana dan udaranya yang tidak segar karena ditutupi dengan polusi, tanah di sana hanya sebagian saja yang subur di karenakan bayaknya tanah yang sudah di timbuni semen dan batu yang menjadi bangunan-bangunan tinggi.

“Apakah kalian tidak resah dengan keadaan di kota ini yang membuatku tidak nyaman untuk di tempati?” tanya Farid kepada vita salah satu sepupunya yang sementara asik memakan cemilan yang baru saja dia beli di salah satu toko. “maaf kalau kami telah membuatmu tidak nyaman tinggal disini, tapi kami sudah bersyukur bisa mempunyai tempat tinggal yang meskipun kondisinya sangatlah padat” jawab vita. “Oh, bukan kalian yang membuatku tidak nyaman tinggal di sini, namun hanya saja keadaan disini sangat berbeda dengan setiap tempat yang pernah aku kunjungi sebelumnya. Maaf aku tidak bermaksud menghina kota mu” sahut Farid dengan perasaan tidak enak terhadap vita. “Tidak apa-apa kok kamu ada benarnya juga, sebenarnya ini semuah karena adanya pembangunan terus menerus yang dilakukan oleh pemerintah kota setempat sampai-sampai hutan kecil yang dulunya sangatlah subur di kota inipun habis di tebang untuk sebuah pembangunan di kota ini” kata vita menjelaskan. Sekarang Farid paham mengapa kota ini begitu tidak subur.

Setelah 5 bulan lamanya Farid tinggal di kota itu, musim penghujan pun tiba di kota tempat Farid tinggal sekarang, “akhirnya hujan juga mungkin ini akan leih baik karena dengan turunnya hujan akan mengurangi polusi yang ada di kota ini” gumam Farid dalam hati. Dua hari Farid menikmati turunnya hujan dengan tidak henti-henti, tidak lama kemudian Farid terheran mendengar keributan yang ada di depan rumahnya, Farid pun keluar rumah bersama vita untuk melihat apa yang terjadi di depan, ternyata terjadi banjir di depan rumahnya dan sudah sampai lutut orang dewasa, “apakah setiap tahun ini selalu terjadi di kota ini?” taya farid kepada vita. “iya, ini terjadi setiap musim penghujan datang, ini sih sudah biasa kalau hanya sebatas lutut biasanya sih sampai di perut orang dewasa dan membuat seisi kota ini mengungsi ke tempat lain” jawab vita dengan wajah yang begitu sedih. “bagaimana tindakan pemerintah saat mengetahui msalah seperti ini?” tanya Farid lagi, “yahh seperti biasalah mereka hanya menjanji-janji tapi tidak satupun tindakan yang dilakukan, mereka hanya sibuk dengan kepentingannya masing-masing sehingga rakyatnya tidak dilihat lagi” jawab vita. “lihat saja kalau saya telah selesai bersekolah saya akan mencalonkan diri sebagai Gubernur di kota ini dan memperbaiki segala permasalahan yang ada dikota ini” gumam Farid dalam hati sambil senyum-senyum sendiri.

Seminggu kemudian Farid pun mengajak seluruh warga yang berada disekitaran tempat tinggalnya untuk melakukan sesuatu yang kecil untuk dapat mencega banjir datang lagi yaitu dengan tidak membuang sampah sembarangan dan menanam di sekitaran rumah masing-masing.”kalau bukan kita yang menjaga lingkungan siapa lagi yang mau menjaganya, kita jangan selalu mengharapkan ke orang lain karena bisa saja orang lain membantu kita atas dasar kepentingannya masing-masing.


-AAF

Cerpen karangan : AAF
kategori : Cerpen Lingkungan, Cerita Fiktif Belaka

Komentar

Postingan Populer